EKBIS.CO, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR RI Misbakhun menilai, efektivitas penggunaan kartu kredit untuk belanja negara masih membutuhkan evaluasi. Ia mengaku, saat ini model tersebut masih dalam tahap uji coba.
"Saya belum menemukan efisiensi dari penggunaan kartu kredit untuk belanja negara. Mengingat model pembelanjaan tersebut masih baru dalam tahap uji coba, perlu waktu untuk menguji model belanja menggunakan kartu kredit tersebut apakah bisa menciptakan efisiensi atau tidak," ujar Misbakhun ketika dihubungi Republika.co.id, Jumat (23/2).
Ia mengaku, terdapat sejumlah dampak yang dihasilkan dari kebijakan tersebut. Salah satunya adalah dampak kepada usaha kecil yang selama ini menjadi pemasok pemerintah untuk melayani belanja negara.
"Ini bisa mematikan usaha kecil yang selama ini menjadi supplier pemerintah tetapi tidak mempunyai alat EDC untuk kartu kredit. Kemudian bisa saja ada pembengkakan harga bila ada merchant yang mengenakan biaya tambahan untuk pembayaran menggunakan kartu kredit," ujar Misbakhun.
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perbendaharaan menginisiasi penggunaan kartu kredit sebagai metode baru dalam pembayaran APBN mulai tahun ini. Penggunaan kartu kredit diharapkan bisa memberikan kemudahan bagi Kementerian/Lembaga (K/L) dan meminimalisir penggunaan uang tunai.
"Kita mengganti ruang persediaan uang tunai menjadi kartu kredit bersama Himpunan Bank Negara (Himbara) sehingga seluruh K/L tidak lagi perlu brankas uang," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani usai menghadiri Rakornas Pelaksanaan Anggaran 2018 di Jakarta, Rabu (21/2).
Sri mengatakan, penggunaan uang tunai berpotensi menimbulkan kecurigaan sebagai tindak pidana pencucian uang (TPPU) maupun pembiayaan terorisme. Ia mengaku, aparat pemerintahpernah dicegah masuk negara lain karena harus membawa uang tunai dalam jumlah besar.
"Itu seperti zaman baheula. Kalau saat ini bawa uang tunai itu justru dicurigai sebagai TPPU dan pembiayaan terorisme," ujarnya.