EKBIS.CO, JAKARTA -- Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus menilai, peningkatan utang di era Pemerintahan Presiden Joko Widodo belum mendorong laju pertumbuhan perekonomian.
Menurutnya, utang terutama untuk pembangunan infrastruktur harus bisa meningkatkan produktivitas perekonomian.
"Efektivitas utang untuk meningkatkan produktivitas perekonomian tidak kunjung terlihat sampai sekarang. Setidaknya, harus ada sektor yang produktivitasnya meningkat seperti sektor yang bisa meningkatkan nilai tambah, tenaga kerja, dan sebagainya," ujar Heri di Jakarta, Rabu (21/3).
Baca juga, Kenaikan Jumlah Utang Indonesia ke Cina dari Tahun ke Tahun.
Heri mengatakan, dalam tiga tahun terakhir, utang pemerintah meningkat secara signifikan. Akan tetapi, pertumbuhan ekonomi Indonesia justru relatif stagnan di kisaran 5 persen.
Dengan perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB) nominal, ekonomi Indonesia dalam rentang 2015 hingga 2017 rata-rata naik 8,74 persen per tahun. Sementara, total utang pemerintah pada periode yang sama rata-rata naik 14,81 persen per tahun.
Peningkatan utang pun terus berlanjut hingga Februari 2018 menembus angka Rp 4.034,8 triliun. Sementara, dalam APBN 2018 utang pemerintah diproyeksi akan mencapai Rp 4.772 triliun.
"Akibatnya laju penambahan utang yang lebih kencang dari peningkatan PDB akan semakin menggerogoti stabilitas perekonomian ke depan. Ini tentu akan banyak implikasi yang luas terhadap perekonomian," ujar Heri.
Heri mengakui dampak dari pembangunan infrastruktur baru bisa dirasakan dalam jangka panjang. Akan tetapi, menurutnya, pembangunan infrastruktur belum mendapat respons positif dari dunia usaha.
"Nilai indeks tendensi bisnis terhadap ekonomi Indonesia tidak kunjung meningkat. Meskipun infrastruktur dibangun, tapi dunia usaha tidak yakin terhadap perekonomian Indonesia di masa yang akan datang. Terlihat dari tendensi bisnisnya yang menurun," ujarnya.