EKBIS.CO, JAKARTA -- Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menilai otoritas yang dapat melakukan registrasi ulang kartu seluler sebaiknya dibatasi. Ini untuk menghindari penyalahgunaan identitas saat proses registrasi ulang.
"Saya kira yang pasti kan kendali operator pada channelnya menjadi penting. Jadi harus dibatasi siapa saja yang punya otoritas untuk melakukan registrasi, tidak semua," ujar Ketua Umum Mastel Kristiono ditemui usai melakukan rapat dengar pendapat umum dengan Komisi I DPR RI di Jakarta, Selasa (10/4).
Registrasi kartu prabayar membawa gejolak pada bisnis level di bawah gerai operator penjual kartu perdana yang menawarkan lebih banyak bonus. Padahal, Kristiono memperkirakan ke depan kartu SIM tidak akan lagi digunakan, digantikan dengan kartu virtual.
Menurut dia, pemerintah perlu mencari jalan agar ekosistem tidak terganggu selama registrasi kartu berjalan. Apalagi, dia menilai, registrasi kartu merupakan kebijakan yang bagus untuk mengetahui jumlah pelanggan sebenarnya.
"Perlu mencari keseimbangan agar ekosistem tidak terganggu kepentingan registrasi berjalan. Jadi saat berganti virtual tidak kehilangan sama sekali, tidak jual lagi fisik jangan terjadi gejolak lagi," tutur dia.
Ia mengatakan sistem registrasi ulang dilakukan secara mandiri karena kondisi geografis Indonesia yang luas dan tidak semua operator memiliki gerai dan mitra di seluruh Tanah Air. Untuk menangani kesulitan warga yang harus ke gerai tersebut, tutur Kristiono, dibukalah sistem melakukan registrasi sendiri dengan jumlah yang dibatasi.
Pada Senin (2/4) pekan lalu, Kesatuan Niaga Cellular Indonesia (KNCI) berunjuk rasa di depan kantor Kemkominfo dan beberapa kota lainnya seperti Bandung, Malang, Padang, Pekanbaru dan Batam. Mereka menuntut Peraturan Menkominfo No 14 tahun 2017 tentang registrasi kartu prabayar dihapus karena kebijakan itu dinilai akan mematikan usaha konter pulsa.
Pembatasan kepemilikan kartu perdana disebut KNCI akan menyebabkan 800.000-an outlet seluler di seluruh Indonesia rugi dan gulung tikar. Ini juga menghilangkan pekerjaan sekitar lima juta orang serta menyebabkan harga paket data naik.