EKBIS.CO, JAKARTA -- Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan kebijakan pemberian perlakuan khusus terhadap kredit dan pembiayaan syariah perbankan untuk debitur atau proyek di lokasi bencana alam di Provinsi Sulawesi Tengah. Kebijakan itu diputuskan dalam Rapat Dewan Komisioner OJK pada Selasa lalu, (9/10), di Bali.
Hal itu bertujuan, membantu pemulihan usaha debitur dan perbankan. Sekaligus membantu kondisi perekonomian wilayah yang terkena dampak bencana alam.
Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan, perlakuan khusus diberikan untuk penilaian kualitas kredit atau pembiayaan syariah, dan restrukturisasi. Termasuk pemberian kredit atau pembiayaan syariah baru di Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Berdasarkan data sementara yang diterima OJK, terdapat 13.233 debitur di enam cabang Bank Umum Konvensional yang terdampak bencana alam. Dengan total baki debit kredit sebesar Rp 1,6 triliun.
Sementara data dari Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sulteng, cabang bank umum, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan perusahaan IKNB masih dalam proses pengumpulan lebih lanjut.
"Perlakuan khusus terhadap kredit atau pembiayaan syariah Bank mengacu pada POJK 45/POJK.03/2017 tentang Perlakukan Khusus terhadap Kredit atau Pembiayaan Bank Bagi Daerah Tertentu di Indonesia yang Terkena Bencana Alam dalam Keputusan Dewan Komisioner," kata Anyo.
Kebijakan itu, kata dia, akan berlaku selama tiga tahun. Terhitung sejak tanggal ditetapkan. Berikut beberapa isi kebijakannya.
Pertama, terkait penilaian kualitas kredit. OJK menyatakan, penetapan kualitas kredit dengan plafon maksimal Rp 5 miliar hanya didasarkan atas ketepatan membayar pokok dan/atau bunga. Sementara, bagi kredit dengan plafon di atas Rp 5 miliar, penetapan kualitas kredit tetap mengacu pada ketentuan berlaku, yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum.
Lalu untuk penetapan kualitas kredit bagi BPR. Didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga.
Kedua, mengenai kualitas kredit yang direstrukturisasi. OJK menetapkan, kualitas kredit bagi Bank Umum maupun BPR yang direstrukturisasi akibat bencana alam ditetapkan Lancar sejak restrukturisasi sampai jangka waktu Keputusan Dewan Komisioner. Selanjutnya, restrukturisasi Kredit tersebut di atas dapat dilakukan terhadap Kredit yang disalurkan baik sebelum maupun sesudah terjadinya bencana.
Ketiga, terkait pemberian kredit baru terhadap Debitur yang Terkena Dampak. OJK menyatakan, bank dapat memberikan Kredit baru bagi debitur yang terkena dampak bencana alam. Selanjutnya, penetapan kualitas kredit baru tersebut di atas dilakukan secara terpisah dengan kualitas kredit yang sudah ada sebelumnya.
Keempat, pemberlakuan untuk bank syariah. Perlakuan khusus terhadap daerah yang terkena bencana alam berlaku juga bagi penyediaan dana. Hal itu berdasarkan prinsip syariah yang mencakup pembiayaan (mudharabah dan musyarakah), piutang (murabahah, salam, istishna), sewa (ijarah), pinjaman (qardh), serta penyediaan dana lain.
Selain kebijakan untuk perbankan, OJK juga membuat kebijakan untuk perusahaan-perusahan di Industri Keuangan Non Bank (IKNB). Di antaranya perusahaan pembiayaan yang terkena dampak, OJK mendorong untuk melakukan pendataan debitur terdampak bencana dan mengalami kesulitan pembayaran angsuran.
"Untuk Perusahaan Pembiayaan dapat memberikan relaksasi kepada debitur, di antaranya rescheduling pembayaran angsuran, penyesuaian biaya administratif, dan atau penyesuaian denda akibat keterlambatan pembayaran angsuran," kata Anto.
Selanjutnya, Perusahaan Pembiayaan diminta melaporkan secara berkala kepada OJK mengenai progres penanganan restrukturisasi debitur yang tertimpa musibah.
Bagi Perusahaan Perasuransian, OJK mendorong pendataan para tertanggung/pemegang polis asuransi yang mengalami kerugian akibat bencana. Dengan begitu, dapat segera dilakukan proses penanganan klaim secara profesional.
"Jika diperlukan, melakukan jemput bola untuk meringankan beban pemegang polis yang tertimpa musibah," kata Anto.