EKBIS.CO, JOGJAKARTA - Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) mengapresiasi Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) yang berhasil mengembangkan jejaring inovasi dalam pengendalian dan penanggulangan penyakit AI (Avian Influenza) atau Flu Burung. Jejaring tersebut adalah Influenza Virus Monitoring (IVM) Online yang merupakan sebuah sistem untuk memonitor sifat antigenic dan genetic dari virus avian influenza (AI) khususnya Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) pada unggas di Indonesia.
Program IVM online merupakan kerjasama pemerintah Indonesia dengan FAO-OFFLU. Sistem ini terintegrasi secara online dan hasilnya dapat ditampilkan dalam sebuah map (peta). Jejaring inovasi tersebut telah sukses mengkarakterisasi isolat virus AI secara antigenik, genetik dan biologis.
Representative of Nigeria untuk United Nations Roma, Yaya Adisa Olaitan Olaniran Permanent bersama sembilan delegasi FAO lainnya saat mengunjungi Balai Besar Veteriner Wates (BBVet) di Jogjakarta, Jumat (02/11), memuji IVM Online. Sejak peluncurannya pada 2014, IVM telah memberikan dampak yang signifikan dalam upaya pengendalian dan penanggulan penyakit AI.
"Contoh jejaring dari IVM Indonesia ini memiliki relevansi dengan negara-negara lain yang ingin membangun jaringan laboratorium untuk surveilans molekuler AI dan penyakit menular (patogen) lainnya. Ini sesuai dengan kerangka kerja strategis FAO-Regional untuk peningkatan kapasitas laboratorium," kata Yaya.
Selain Jogja, delegasi FAO juga mengunjungi sejumlah kota di Indonesia untuk melihat perkembangan proyek pertanian hasil kerja sama FAO dengan Indonesia.
Sementara itu, Boethdy Angkasa Kepala Subdit Pengamatan Penyakit Hewan Direktorat Kesehatan Hewan Ditjen PKH Kementan menjelaskan, pengguna IVM online akan dengan mudah mengetahui posisi virus AI yang bersirkulasi di Indonesia dan melaporkannya dengan cepat dan tepat kepada para pengambil kebijakan. Dengan demikian perkembangan jenis virus HPAI di seluruh penjuru Indonesia dapat dimonitor, sehingga dapat membantu menentukan strategi pengendalian dan pemberantasan AI yang cepat dan akurat.
Menurut Boethdy, pelaksanaan program IVM Online merupakan langkah strategis untuk dapat secara mudah dan cepat memantau perkembangan sirkulasi virus AI serta mendeteksi varian-varian virus baru. "Ini tentunya akan membantu kita untuk menetapkan tindakan pengendalian selanjutnya seperti penentuan jenis vaksin yang baru dan antigen untuk diagnosa,” ujar Boethdy.
Boethdy menambahkan, melalui penerapan IVM Online maka apabila terjadi mutasi virus AI bisa cepat terdeteksi, sehingga dapat dilakukan upaya segera menghasilkan vaksin yang sesuai untuk pencegahan penyebaran penyakit. Boethdy mengungkapkan bahwa cara kerja IVM on line ini telah terintegrasi dengan sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (iSIKHNAS) untuk data awal dan isolate. “IVM Online telah didukung oleh sekitar 40 tenaga ahli anggota IVM Online yang secara rutin bertemu, bertukar informasi dan menerima pelatihan,” paparnya.
Saat ini anggota IVM Online meliputi delapan laboratorium diagnostik (Balai Besar Veteriner/BBVET dan Balai Veteriner/BVET), Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH), Pusvetma, BBLITVET dan Pergutuan Tinggi (FKH-UNAIR). BBVet Wates sebagai focal point pengendali kegiatan IVM Online juga ditunjuk sebagai Laboratorium Veteriner rujukan Nasional untuk AI di Indonesia.
Kepala Balai Besar Veteriner Wates, Bagoes Poermadjaja mengatakan, laboratorium yang dipimpinnya telah menjadi laboratorium rujukan nasional untuk penyakit AI, Antrax, penyakit pada Ternak yang disebabkan Bakteri Salmonela (Salmonellosis), Penyakit Sapi Gila (BSE). BBVet Wates yang merupakan Unit Pelaksana Teknis dibawah Ditjen PKH ini juga telah terakreditasi ISO 17025 di 2004 dan ISO 9001 pada 2010, dengan wilayah kerjanya meliputi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DIY Yogyakarta.
"Kami selalu berusaha memberikan pelayanan terbaik, melalui penyidikan dan pengujian veteriner, serta pengembangan teknik berbasis laboratorium yang terakreditasi, sehingga mendukung upaya pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan di Indonesia," tutur Bagoes.
Bagoes mengatakan, saat ini Indonesia juga sedang mengajukan kepada OIE untuk menjadi laboratorium veteriner rujukan Regional Asia Pasific untuk pengujian Avian Influenza. “Untuk meningkatkan kapasitas laboratorium BBVEt Wates, kami juga melakukan kerjasama dengan Australian Animal Health Laboratory (AAHL) dalam program kerjasama antar dua laboratorium (OIE Laboratory Twinning Program),” pungkasnya.