Selasa 05 Mar 2019 18:09 WIB

Produktivitas Meningkat dengan Padi Organik

Hasil panen lahan dengan padi organik mencapai 9,8 ton.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Friska Yolanda
Produksi Beras Nasional
Foto: Antara/Prasetia Fauzani
Produksi Beras Nasional

EKBIS.CO,  KARANGANYAR -- Para petani padi organik di Desa Ngadiluwih, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah melaksanakan panen raya padi organik, Selasa (5/3). Panen raya tersebut dihadiri Bupati Karanganyar Juliyatmono. 

Hasil panen raya pertanian organik dinilai lebih produktif dibandingkan sistem nonorganik. Selisihnya bisa mencapai 2,8 ton sampai 3,8 ton per hektare. 

Baca Juga

Kepala Desa Ngadiluwih, Rusdiyanto Purwadi, mengatakan di Desa Ngadiluwih terdapat 59 anggota petani muda Indonesia yang menggarap 25 hektare sawah dengan sistem organik. Pada masa tanam I, hasil panen padi organik mencapai 9,8 ton per hektare.

"Sistem organik terbukti mampu meningkatkan produktivitas. Ubinan sebelumnya tanpa sistem organik menghasilkan sebanyak 6-7 ton per hektare," jelasnya di sela-sela panen raya. 

Rusdiyanto menambahkan, sistem organik pada pertanian di wilayah tersebut juga mampu mengantisipasi serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Terlebih, serangan wereng di Desa Ngadiluwih saat ini dianggap cukup masif. Rusdiyanto mencoba membandingkan padi organik dengan tanaman padi nonorganik di Ngadiluwih. "Tanaman kami tahan meski diserang wereng. tumbuh tinggi, kuat dan tidak roboh," ungkapnya.

Meski demikian, para petani padi organik di Desa Ngadiluwih masih mengeluhkan harga jual rata-rata padi organik yang dianggap setara beras nonorganik. Padahal, kualitas hasil pertanian organik lebih unggul.

Salah satu anggota tani muda Indonesia Ngadiluwih, Mitro, mengatakan hasil pertanian organik kualitasnya lebih baik karena sistem pengelolaan tanaman dengan cara organik, termasuk pupuknya. Namun, lara petani organik di Ngadiluwih masih bergantung sistem penjualan tradisional. 

"Harga ditentukan pasar yang didominasi tengkulak. Kami tidak bisa memasang harga sesuka hati. Ini ironi," ujar Mitro.

Penjualan beras organik di Desa Ngadiluwih belum memiliki sistem pemasaran maupun pengemasan premium. Sehingga, tengkulak menganggap sama dengan beras nonorganik di pasaran. Sementara para pengecer bisa mengambil keuntungan dari potensi beras organik tersebut. Mitro berharap pemerintah memberlakukan sistem penjualan beras organik ke pasar spesifik. Sehingga petani organik bisa memperoleh keuntungan yang signifikan.

Dalam kesempatan tersebut, Bupati Karanganyar, Juliyatmono, menjanjikan bantuan sarana prasarana untuk bercocok tanam dan panen kepada para petani organik Desa Ngadiluwih. "Jika berhasil dengan pertanian organik, kami akan memberikan bantuan hand tractor dan hand thresher (mesin perontok padi)," ungkapnya. 

Sistem pertanian organik di Desa Ngadiluwih tersebut bekerja sama dengan PT Rumah Organik Indonesia (ROI) sebagai penyedia unsur hara tanah. 

Direktur Utama ROI, Jularso, menyatakan perusahaannya mendorong para petani muda Indonesia untuk mewujudkan ketahanan pangan. Caranya melalui penerapan metode pertanian organik modern. Metode tersebut dianggap terbukti berhasil menormalisasi tanah yang sebelumnya terpapar zat kimia dalam sekali musim tanam. "Sedangkan dengan cara konvensional bisa butuh waktu tiga tahun. Metode organik itu bukan hanya pada varietas dan pupuk, tetapi juga perlakuannya," terangnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement