EKBIS.CO, JAKARTA -- Data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menyebutkan tunggakan iuran program jaminan kesehatan nasional dari peserta bukan penerima upah dan bukan pekerja mencapai Rp 2,1 triliun pada 2018. Tunggakan iuran peserta dalam kategori mandiri itu menambah beban BPJS Kesehatan, yang sudah mengalami defisit akibat besaran iuran peserta yang tidak ditetapkan sesuai aktuaria.
"Kolektibilitasnya 55-60 persen. Jadi dia membayar hanya saat sakit," kata Direktur Keuangan dan Investasi BPJS Kesehatan Kemal Imam Santoso di Jakarta, Jumat (24/5).
Menurut dia, kebanyakan peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat dalam kategori tersebut tidak disiplin membayar iuran. Kelompok peserta yang menunggak pembayaran iuran, ia menjelaskan, terdiri atas peserta yang sebenarnya mampu membayar namun tidak disiplin dan peserta yang memang tidak mampu membayar.
Ia menilai peserta program dalam kategori mandiri banyak yang tidak disiplin membayar iuran karena tidak kena sanksi bila menunggak. Padahal pemerintah sebenarnya sudah mengeluarkan peraturan mengenai pengenaan sanksi terkait pembayaran iuran jaminan kesehatan nasional.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggara Jaminan Sosial, peserta yang tidak membayar iuran dapat dikenai sanksi tidak bisa mendapat layanan publik seperti membuat SIM, KTP, dan Paspor.
Namun sejak program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berjalan tahun 2014 hingga saat ini, peraturan mengenai sanksi tersebut belum pernah diimplementasikan.
Menurut Kemal perlu koordinasi dan komitmen yang kuat antara BPJS Kesehatan dengan instansi terkait lain seperti kepolisian, Kementerian Dalam Negeri, ataupun imigrasi untuk menerapkan ketentuan tersebut.