Jumat 19 Jul 2019 04:45 WIB

BPKH Jajaki Investasi Langsung Dana Haji di Luar Negeri

k 90 persen belanja BPKH untuk keperluan haji adalah dalam dolar AS.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nidia Zuraya
Instrumen penempatan dana jamaah haji Indonesia
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Instrumen penempatan dana jamaah haji Indonesia

EKBIS.CO, JAKARTA -- Kepala Bidang Investasi Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Beny Witjaksono menyampaikan investasi langsung di Indonesia tergolong lebih aman daripada luar negeri. Tahun ini, BPKH juga menjajaki investasi di Tanah Suci langsung.

Meski demikian, Beny mengatakan kerangka legal dan iklim investasi di sana berbeda dengan Indonesia. Ketentuan legal Arab Saudi sulit menjamin keberlangsungan bisnis jika BPKH membeli ataupun membangun aset di sana.

Baca Juga

"Ini karena mayoritas itu dikelola pribadi, kalau besoknya dia counterpart bangun pagi terus berubah ya tidak ada jaminan," kata dia kepada Republika, Kamis (18/7).

Ia menegaskan terlalu berisiko jika BPKH membuat perusahaan di Arab Saudi. Beny menceritakan BPKH telah mendatangi tiga perusahaan legal Arab Saudi untuk konsultasi terkait investasi teraman namun mendapat opini yang berbeda-beda.

"Jadi solusinya kita kontrak jangka pendek saja, itu yang dimaksud investasi langsung di Arab Saudi," kata dia.

Rekan terdekat yang paling memungkinkan adalah Muasasah. Meski demikian posisinya kurang kuat karena tergolong yayasan-yayasan pribadi yang rencananya akan dilebur oleh pemerintah Arab Saudi.

"Kalau secara prospek iya bagus sekali ini, tapi tetap juga kami merasa masih belum aman," kata dia.

BPKH mengharapkan keterlibatan pemerintah dalam menjamin keberlangsungan investasi di sana dalam hubungan government to government (G2G). Meski imbal hasil dari investasi luar negeri pun, kata Beny, terbilang rendah, yakni tidak lebih dari lima persen.

Menurutnya, BPKH cukup mengandalkan porsi investasi lainnya dengan imbal hasil bisa mencapai 7-8 persen. Saat ini, BPKH sedang serius menjajaki potensi investasi dengan Kontrak Investasi Kolektif-Efek Beragun Aset (KIK EBA) Syariah.

"Kita baru jajaki dan pelajari serius dengan PLN dan Jasa Marga, karena portofolio mereka paling prima," katanya.

Skema KIK-EBA Syariah baru saja difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Ketentuannya adalah mentransformasi aset yang tidak likuid menjadi likuid dengan cara penjualan aset oleh originator kepada Manajer Investasi sebagai wakil KIK EBA melalui penerbitan EBA.

Beny menyampaikan secara umum, investasi dengan ini bisa dengan skema refinancing atau equity. BPKH juga memilih proyek-proyek yang sudah matang. Bukan dalam tahap pembangunan karena memiliki risiko tinggi, termasuk dalam opini masyarakat yang masih sensitif pada investasi di infrastruktur.

"Kami harus hitung masing-masing untuk risikonya, valuasi keuntungannya, sedang kami pelajari serius," kata dia.

Ia optimis skema ini bisa menghasilkan imbal hasil menarik. Meski demikian, tetap ada risiko jika investasi dari dalam rupiah, yakni kestabilan nilai tukar. Sebanyak 90 persen belanja BPKH untuk keperluan haji adalah dalam dolar AS.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement