EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Lobster Indonesia, Rusdianto Samawa mengatakan kebutuhan Indonesia adalah mengembangkan benih lobster. Pengembangan ini kata dia, ada dua aspek yakni pembesaran atau budidaya dan ekspor.
“Dua metode itu sebagai alat ukur untuk menentukan nilai jual lobster,” kata Rusdianto kepada Republika.co.id, Selasa (17/12).
Pertama, dalam pengembangan ekspor benih lobster, kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ke depan harus terintegrasi khusus pengaturan tentang Lobster. Skema Mengelola lobster pun meski diatur dalam Peraturan Menteri yang baru.
Kemudian lanjutnya, stakeholder perikanan yang memilih jalan wacana ekspor lobster harus mendukung terhadap wacana Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengenai membuka seluas-luasnya ekspor benih lobster yang kini tengah masa kajian akademik di beberapa kampus, Asosiasi Nelayan Lobster dan KKP sendiri.
“Studi akademik dan kajian ilmiah sudah lama dilakukan, hasilnya proses ekspor merupakan langkah kebijakan yang dipandang lebih baik dibandingkan harus melarang,” ungkapnya.
Sebab, sambung Rusdianto, meskipun ada larangan, faktanya di lapangan masih terus berlangsung penyelundupan benih lobster. Jumlahnya mencapai 80 persen dari total hasil yang ditangkap.
“Lagipula, jika tidak ditangkap benih lobster tersebut, peluang angka harapan hidup maksimal satu persen,” ujarnya.
Karena itu, menurutnya, paradigma pemerintah untuk ekspor, merupakan opsi dan skema yang baik. Selain itu dapat dipertimbangkan aspek proses pengalihan ke pembudidaya benih lobster, sehingga menguntungkan bagi pemerintah.
Rusdianto melanjutkan, karena produksi lobster masih mengandalkan produksi dari alam (perikanan tangkap), sementara budidaya lobster di dunia sampai saat ini tidak berkembang dengan baik. Oleh karenanya menjaga stok lobster di alam menjadi sangat penting, mengingat sampai saat ini produksi lobster dunia masih sangat tergantung pada pasokan dari hasil tangkapan di alam.
“Artinya dengan menjaga keberlanjutan stok lobster di alam akan turut menjaga keberlanjutan ekonomi lobster,” kata Rusdianto.
Kendati demikian, tegasnya, keinginan pemerintah mekanisme ekspor tidak bisa 100 persen, harus ada 10 persen untuk pembudidayaan. Skema ini tentu mempertimbangkan proses restocking untuk dilepasliarkan kembali ke alam setelah berukuran 200-300 gram ke atas.
Kemudian yang kedua lanjut Rusdianto, pembesaran atau budidaya benih lobster ada beberapa syarat pembesaran yang harus dilakukan. Yakni, tempat teluk model wilayah laut yang tenang dengan di kelilingi bukit dan ombak tidak besar, kemudian pakan berupa kerang, cumi, ikan rucah, kepiting, dan teknologi pembesaran.
“Karena untuk menjamin ekspor hasil budidaya berdasarkan berat dan jenisnya,” jelas dia.
Ia menjabarkan, model laut dan konservasi Indonesia untuk budidaya lobster sangat berat. Ditambah, teknologi pembesaran belum tersedia serta pabrik pakan belum ada dan wilayah yang ekstrem.