EKBIS.CO, LUMAJANG -- Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara (PTPN) Muhammad Abdul Ghani mengapresiasi inisiatif manajemen PTPN XI yang memanfaatkan produk yang selama ini dianggap tidak memiliki nilai jual, menjadi produk memiliki yang kompetitif, terlebih untuk kepentingan ekspor ke mancanegara.
Holding Perkebunan Nusantara melalui anak perusahaan, PT Perkebunan Nusantara XI, bekerja sama dengan mitra yang bergerak di bidang bisnis produksi dan perdagangan bio massa melakukan ekspor perdana Daduk Sugar Cane Top (SCT) ke Jepang pada Jumat (14/2).
"Harapannya ke depan seluruh anak-anak perusahaan dapat mengembangkan komoditas perkebunan nusantara melalui inovasi-inovasi milineal PTPN untuk mendukung program pemerintah dalam meningkatkan ekspor secara luas," ujar Ghani dalam siaran pers yang diterima Republika di Jakarta, Selasa (18/2). Pelepasan ekspor perdana daduk dilakukan di Pabrik Gula Djatiroto, Lumajang, Jawa Timur, Jumat (14/2).
Direktur Utama PT PN XI Gede Meivera Utama Adnjana Putera mengatakan, perusahaan memanfaatkan peluang yang selama ini dengan tidak sadar seolah disia-siakan bahkan berpotensi merusak lingkungan dengan membakar daun tebu kering atau daduk, dalam istilah lainnya Sugar Cane Top (SCT). "Sementara kita juga tahu, tanaman tebu dari pucuk sampai akar ada manfaatnya" ungkap Gede.
Gede menyampaikan, daun tebu kering (daduk) tersebut dipasok dari kebun tebu milik PTPN XI. Dia memperkirakan, dengan asumsi perolehan jumlah daun kering sebesar dua persen pada saat masa pemeliharaan (klentekan) dan 10 persen pada saat musim giling atau panen dan protas sebesar 800 KU per hektare, maka potensi pasokan daduk diperkirakan 16 KU per hektare pada masa pemeliharaan dan 80 KU per hektare pada masa panen.
Gede menjelaskan, dalam fase pertumbuhan tanaman tebu dilakukan klentek pengupasan daun kering sebanyak dua kali dengan tujuan memperlancar sirkulasi udara dan proses fotosintesis, menaikkan rendemen, mencegah keluarnya akar pada ruas, mencegah kebakaran kebun tebu, mengurangi kelembaban hingga meringankan beban tanaman sehingga tidak mudah roboh.
Dikatakan Gede, daduk hasil kegiatan klentek atau sisa tebangan biasanya menjadi sampah dan kebanyakan dibakar langsung di lahan. Ini karena dianggap sebagai pilihan paling praktis untuk persiapan lahan penanaman tebu plantance atau pekerjaan pemeliharaan tanaman keprasan ratoon cane. "Hal ini berdampak pada pencemaran udara," kata Gede.
Gede menerangkan, dengan tidak dilakukannya pembakaran daun tebu, juga bermanfaat mengurangi risiko ketidakseimbangan populasi fauna tanah dan mempertahankan kandungan bahan organik tanah.
Kata Gede, rencananya ekspor akan dilakukan secara berkala tergantung kesediaan bahan baku, mengikuti pekerjaan kebun yakni masa klentek dan panen. "Sebagai awalan, ekspor daduk ini sejumlah 17 ton berasal dari lahan HGU PG Djatiroto, bila mitra petani berminat maka akan kami kembangkan di wilayah lainnya. Ekspor akan mengikuti ketersediaan bahan baku yaitu sesuai pekerjaan kebun diantaranya masa klentek dan panen," ucap Gede.
Gede mengatakan dadukakan digunakan sebagai soil conditioner atau tambahan unsur hara untuk meningkatkan kualitas tanah dan mulsa. Yakni menutup permukaan tanah guna menjaga kelembapan dan menghindari penguapan yang lebih tinggi, menghambat tumbuhan gulma hingga bila daduk tersebut lapuk akan menjadi pupuk organik penyedia unsur hara bagi tanah.