EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, penurunan harga minyak dunia memberikan sisi positif sekaligus negatif terhadap dunia usaha. Di satu sisi, kondisi global ini berpotensi memberikan stimulus kepada dunia usaha. Di sisi lain, penerimaan negara yang bersumber dari minyak dan gas (migas) pun bisa saja ikut menurun.
Namun, Sri masih enggan menyebutkan seberapa besar dampak penurunan harga minyak saat ini ke postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sebab, berkaca dari beberapa waktu terakhir, penurunan harga minyak di bawah asumsi APBN sudah kerap terjadi.
"Kita lihat pengaruhnya ke APBN dalam satu tahun dan sekaligus buat proyeksi 2021," ujarnya ketika ditemui di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (9/3).
Dalam APBN 2020, asumsi harga minyak mentah ditetapkan sebesar 63 dolar AS per barel. Sementara itu, berdasarkan data Bloomberg pada Senin pukul 08.00 WIB, harga minyak Brent untuk kontrak Mei 2020 turun 20,52 persen ke level 35,97 dolar AS per barel. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak April 2020 anjlok 20,49 persen ke level 32,82 dolar AS per barel.
Dengan penurunan tersebut, penerimaan negara yang bersumber dari minyak seperti pendapatan negara bukan pajak (PNBP) SDA migas dan pajak penghasilan (PPh) migas berpotensi turun karena nominalnya berkurang.
Sri mengatakan, besaran dampak penurunan harga minyak dunia ke penerimaan negara harus dilihat dari situasi di global, hhususnya bagaimana sikap dua negara penghasil minyak terbesar dunia, Rusia dan Arab Saudi.
Sri mengatakan, langkah Rusia menghadapi Arab Saudi yang berencana memangkas harga penjualan minyak di tengah perlambatan permintaan minyak mentah menjadi kunci utama saat ini. "Apakah dalam jangka waktu pendek, bulanan, atau agak lebih panjang dalam hitungan kuartal atau semester," katanya.
Sri menjelaskan, pemerintah masih harus melihat perkembangan secara komprehensif untuk membuat outlook dan kebijakan mendatang. Poin lain yang menjadi pertimbangan pemerintah adalah pemberian stimulus sebagai dampak pelemahan ekonomi yang tentunya akan menambah belanja negara.
Selain berpotensi mengurangi penerimaan, Sri menambahkan, penurunan harga minyak mentah dunia juga akan menimbulkan ketidakpastian di pasar modal dan pasar uang. Pasar diprediksi khawatir terhadap permintaan minyak mentah yang kini sedang melambat di tengah penyebaran virus corona dan perlambatan ekonomi global.
Arab Saudi diketahui menolak keras usulan pengurangan produksi oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC). Saudi bahkan ingin meningkatkan produksi lebih dari 10 juta barel per hari (bph) pada April dengan potongan harga untuk semua kadar minyak mentah dan semua tujuan. Harga yang ditawarkan mulai dari 6 dolar AS hingga 8 dolar AS per barel.
Langkah Arab Saudi merupakan respons setelah kesepakatan pembatasan produksi antara OPEC dan Rusia atau disebut sebagai OPEC + berakhir pada Maret.