Ahad 29 Nov 2020 17:06 WIB

Wow Kekayaan 20 Keluarga Terkaya Asia Capai Rp 6.516 Triliun

Jumlah harta keluarga terkaya di Asia ini meningkat dibandingkan tahun lalu.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Orang kaya raya (ilustrasi)
Foto: spdi.eu
Orang kaya raya (ilustrasi)

EKBIS.CO,  NEW DELHI – Data Bloomberg menyebutkan, sebanyak 20 keluarga terkaya di Asia memiliki kekayaan hingga 463 miliar dolar AS atau sekitar Rp 6.516 triliun pada tahun ini. Jumlah tersebut naik 10 miliar dolar AS dibandingkan data Bloomberg pada Juli 2019.

Salah satu yang masuk dalam daftar Bloomberg adalah keluarga Hartono, pemilik Djarum dan BCA. Nilai kekayaannya 31,3 miliar dolar AS atau setara Rp 440 triliun, turun dibandingkan laporan Bloomberg tahun lalu yang tercatat mencapai 32,5 miliar dolar AS (Rp 461 triliun).

Baca Juga

Hartono berada di posisi ketiga, lebih rendah dibandingkan keluarga Ambani dari India dan Kwok dari Hong Kong. Ambani dengan perusahaan Reliance Industries memiliki memiliki kekayaan 76,0 miliar dolar AS, sementara Kwok yang mendirikan Sun Hung Kai Properties mencatatkan kekayaan 33 miliar dolar AS.

Peringkat keluarga terkaya di Asia versi Bloomberg dikumpulkan per 13 November. Daftar ini mengecualikan kekayaan generasi pertama seperti Jack Ma dari Alibaba Group Holding Ltd, serta kekayaan dimiliki oleh seorang ahli waris.

Akibatnya, dalam daftar tersebut, tidak ada satupun keluarga dari China daratan yang kekayaannya relatif mudah dan kerap kali berfokus pada teknologi.

Pandemi telah menyeret banyak negara ke jurang resesi, termasuk India. Tapi, keluarga Ambani yang kini dipimpin Mukesh Ambani tetap memiliki kekayaan tertinggi di Asia. Tahun lalu, Taipan asal India tersebut berhasil menambah kekayaan dengan nilai hampir 17 miliar dolar AS dari kekayaannya per 23 Desember 2019.

Pada awal September, Mukesh pergi bersama istrinya, tiga anak yang sudah beranjak dewasa dan mitra kerjanya ke resor Burgenstock pada momen penting bagi kerajaan bisnis mereka, Reliance Industries Ltd. Beberapa pekan lalu, Ambani telah membuat kesepakatan dengan beberapa raksasa teknologi terkemuka di dunia untuk menjual saham di unit digital Reliance.

Dalam beberapa tahun terakhir, seiring dengan berkembangnya kekayaan dan pengaruh mereka, keluarga Ambani telah mengambil peran besar dalam kehidupan ekonomi dan budaya Asia. Kekayaan mereka kerap dipamerkan, apakah itu pernikahan yang menampilkan Beyonce dan Chris Martin dari Coldplay hingga perjalanan keliling Eropa.

Amvanis berhasil mengubah perusahaannya menjadi raksasa teknologi. Tapi, investor mulai mengajukan pertanyaan kunci, siapa yang akan mengambil alih perusahaan. Pasalnya, yang dipertaruhkan adalah masa depan perusahaan dengan pendapatan tahunan 90 miliar dolar AS dan sekitar 195 ribu karyawan.

Begitulah dominasi Reliance yang keluarganya memiliki kekayaan dua kali dari Kwok, keluarga terkaya kedua di Asia. Ambani juga memiliki kekayaan tiga kali lipat dari keluarga Lee asal Korea Selatan dan hampir lima kali lipat kekayaan bersih dari klan Torri dan Saji Jepang.

Dari 20 keluarga terkaya Asia, lebih dari setengah klan mengalami tekanan yang sama pada saat pandemi. Mereka mencatatkan penurunan kekayaan ketika industri yang didominasi real estat dan keuangan menderita akibat pandemi.

Chearavanonts dari Thailand kehilangan lebih dari 6 miliar dolar AS. Sementara, Kwok Hong Kong yang turun 5 miliar dolar AS juga harus bersaing dengan undang-undang keamanan nasional baru yang mempertanyakan masa depan kota sebagai pusat keuangan.

Seperti keluarga Ambani, keluarga Asia lainnya tahu bahwa mereka harus melakukan diversifikasi dan beralih ke teknologi.

Konsultan di firma pencari eksekutif Egon Zehnder, Neil Waters, menjelaskan, keluarga dengan bisnis pangsa pasar yang signifikan kini memiliki dua pilihan. “Mereka dapat mempertahankan bagian mereka dan menangani disurpsi (teknologi) seperti yang sebagaimana terjadi atau dapat menyerang (dengan teknologi, red),” tuturnya.

Deretan keluarga yang sangat kaya ini juga menghadapi ancaman lain yang muncul selain disrupsi teknologi. Kesenjangan kekayaan di tengah pandemi menyebabkan peningkatan kebencian. Di Thailand, mahasiswa memimpin protes untuk mencela hierarki sosial dan ekonomi negara yang masih kaku dan tingginya disparitas.

Di Hong Kong, pasar perumahannya menjadi paling tidak terjangkau di dunia. Harga sewa tetap tinggi ketika pengangguran melonjak ke level tertinggi dalam 15 tahun terakhir. Tren ini mengancam sumber ketidakpuasan lainnya setelah undang-undang keamanan nasional memperketat cengkeraman Beijing.

Di India, 78 persen populasinya tidak mampu membeli makanan yang sehat. Kebijakan lockdown untuk mengurangi penyebaran virus telah menyebabkan penurunan jumlah lapangan pekerjaan yang berimbas pada peningkatan orang miskin.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menjelaskan, sebelum pandemi, ketidaksetaraan mengalami peningkatan, perpecahan sosial melebar dan kurangnya kesempatan menyebabkan frustasi dan kereshana. "Komitmen yang kuat untuk mengurangi ketimpangan dan meningkatkan peluang bagi semua merupakan aspek fundamental untuk pulih dari pandemi," ujarnya dalam Bloomberg New Economy Forum, Senin (16/11).

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement