EKBIS.CO, JAKARTA -- Irak mendevaluasi mata uangnya sekitar 20 persen terhadap dolar AS sebagai salah satu langkah untuk mendorong siklus ekonomi ke depan. Langkah ini diyakini bisa mengaktifkan kembali sektor swasta dan produksi lokal untuk menghindari defisit anggaran yang parah.
Menteri Keuangan Ali Allawi mengatakan, Kementerian Keuangan akan menjual dolar AS ke bank sentral negara dengan nilai tukar 1.450 dinar per dolar AS. Kemudian, mata uang akan dijual kembali ke bank lokal di level 1.460 dengan keuntungan marjinal.
Irak mendevaluasi mata uangnya dengan rekor terbesar karena pemerintah yang kekurangan uang menghadapi krisis ekonomi yang disebabkan oleh harga minyak yang rendah dan pengurangan produksi minyak mentah. Tingkat resmi dipotong dari sekitar 1.190 sebelumnya dan menjadi devaluasi pertama sejak 2003.
"Apa yang dilakukan adalah langkah preemptive, tanpa langkah tersebut, inflasi besar akan terjadi dan kami akan menabrak tembok," ujarnya dalam sebuah wawancara yang disiarkan televisi di saluran Iraqiya yang dikelola pemerintah seperti dilansir Bloomberg, Sabtu (19/12).
Cadangan devisa negara bisa habis dalam enam hingga tujuh bulan jika pengeluaran pemerintah tetap pada lintasan saat ini tanpa menggerakkan nilai tukarnya. Defisit anggaran pada tahun 2021 dapat mencapai 100 triliun dinar atau 84 miliar dolar AS tanpa langkah ini.
Allawi menekankan pentingnya devaluasi sebagai langkah reformatif karena produsen domestik Irak tidak dapat bersaing dengan impor berbiaya rendah. Ini juga yang telah membanjiri pasar lokal.
Eksportir minyak terbesar ketiga dunia itu mengambil langkah-langkah untuk menghindari menipisnya cadangan mata uang asingnya setelah Covid-19 melemahkan permintaan energi dan menyebabkan jatuhnya harga. Pemerintah bulan lalu mencari pembayaran di muka sebagai imbalan kontrak pasokan minyak mentah jangka panjang untuk membantu mengurangi situasi keuangannya yang mengerikan.
Dana Moneter Internasional memperkirakan ekonomi Irak akan menyusut 12 persen tahun ini, lebih dari anggota OPEC lainnya di bawah kuota produksi. Defisit anggarannya diperkirakan akan mencapai 22 persen dari produk domestik bruto.