Menurut Suhanto, faktor utama penyebab kenaikan harga kedelai dunia diakibatkan lonjakan permintaan kedelai dari China kepada Amerika Serikat sebagai eksportir kedelai terbesar dunia. Pada Desember 2020 permintaan kedelai Tiongkok naik 2 kali lipat, yaitu dari 15 juta ton menjadi 30 juta ton.
Hal ini mengakibatkan berkurangnya kontainer di beberapa pelabuhan Amerika Serikat, seperti di Los Angeles, Long Beach, dan Savannah sehingga terjadi hambatan pasokan terhadap negara importir kedelai lain termasuk Indonesia. “Untuk itu perlu dilakukan antisipasi pasokan kedelai oleh para importir karena stok saat ini tidak dapat segera ditambah mengingat kondisi harga dunia dan pengapalan yang terbatas. Penyesuaian harga dimaksud secara psikologis diperkirakan akan berdampak pada harga di tingkat importir pada Desember 2020 sampai beberapa bulan mendatang,” tutur Suhanto.
Suhanto berharap importir yang masih memiliki stok kedelai agar dapat terus memasok secara kontinu kepada anggota Gakoptindo dengan tidak menaikan harga. Berdasarkan data BPS, saat ini harga rata-rata nasional kedelai pada Desember 2020 sebesar Rp 11.298 per kg.
Harga ini turun 0,37 persen dibanding November 2020 dan turun 8,54 persen dibandingkan Desember 2019. “Kami mengapresiasi para anggota Gakoptindo yang tetap berproduksi dan telah membantu masyarakat dengan terus memasok tahu dan tempe untuk kebutuhan gizi terjangkau di saat pandemi ini,” tutur dia.