"Memang setiap produk itu kita buat standarnya untuk ekspor, meski ceruk pasar yang dituju adalah lokal, agar bisa bersaing," katanya.
Benhardi mengatakan, diversifikasi usaha masih akan berlanjut dengan mengandalkan produk pangan lokal. Menurutnya, masih banyak potensi di industri rempah-rempah yang bisa dimanfaatkan dan jadi fokusnya.
Jenisa sendiri mengedepankan manfaat pangan lokal yakni jeruk nipis. Tak sekedar menjadi produk pelepas dahaga, ia ingin Jenisa juga dikenal karena kasiat kesehatannya yang kaya vitamin C. Perkembangan produknya pun masih terus dilakukan sejak awal produksi.
Jenisa lahir pada 2004 dengan modal Rp 3,8 juta, dari dapur rumahnya dan dikemas di ruang tamu. Dari hanya mempekerjakan satu orang, kini karyawannya ada 22 orang. Di awal, produknya masih belum diterima pasar, sehingga ia terus memperbaiki kualitas produknya.
Sebelum merintis Jenisa, ia bekerja di pertambangan, pengeboran lepas pantai dan pernah jadi general manager sebuah supermarket di Jakarta. Namun niat untuk membuka usaha sendiri membuatnya banting setir dan membangun Jenisa. Ia banyak melibatkan akademisi untuk perbaikan kualitas produk.
Kini Jenisa menjadi usaha keluarga yang melibatkan anak-anaknya. Menurut dia, sentuhan anak muda membawa pada perbaikan produk juga ekspansi pasar. Kini Jenisa bisa diakses lebih luas dengan bantuan digital marketing.
Tidak hanya itu, perubahan pengemasan juga membawa dampak signifikan. Produknya hingga saat ini sudah ikut pameran ke delapan negara dan menerima banyak respons positif.