EKBIS.CO, JAKARTA -- Penerapan konsep ekonomi sirkular (circular economy) dinilai berpotensi dalam mendorong substitusi impor di sektor industri. Langkah strategis ini diharapkan dapat mendongkrak pertumbuhan dan daya saing manufaktur nasional.
“Konsep circular economy bukan hanya mendesain model industri dengan prinsip zero waste. Namun juga fokus terhadap faktor sosial dan penyediaan sumber daya maupun energi yang berkelanjutan,” kata Direktur Jenderal Ketahanan Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kementerian Perindustrian Eko SA Cahyanto di Jakarta, Kamis (28/1).
Ia menjelaskan, konsep ekonomi sirkular dalam sektor industri dapat diaplikasikan menggunakan pendekatan 5R yakni Reduce, Reuse, Recycle, Recovery, dan Repair. “Adanya konsep rekondisi dan remanufacturing pada barang modal, serta reuse pada bahan baku dan penolong diharapkan dapat mengurangi impor industri pengolahan,” tuturnya.
Konsep ekonomi sirkular berkaitan erat dengan salah satu kebijakan yang digulirkan oleh Kemenperin, yakni industri hijau. Implementasi industri hijau merupakan upaya efisiensi dan efektivitas terhadap penggunaan sumber daya secara berkelanjutan.
“Sehingga mampu menyeleraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Sekaligus dapat memberikan manfaat bagi masyarakat,” jelas Eko.
Adapun pengembangan ekonomi sirkular, kata dia, membawa peluang bagi sejumlah sektor manufaktur. Di antaranya industri elektronika, kemasan, kertas, tekstil, logam, peralatan rumah tangga, otomotif, dan alat angkut lainnya, ban atau karet, serta furnitur.