Pada aturan saat ini, Bea Perolehan Hal Atas Tanah dan Bangunan atau disingkat (BPHTB) untuk LPI dikapitalisasi sebagai harga perolehan aset. "Jadi, bagi LPI, BPHTB tetap dibayarkan sehingga pemerintah daerah tidak terpengaruh mengingat BPHTP itu adalah hak mereka," tuturnya.
Tapi, dalam rencana pengaturan pajak khusus, BHPTB yang dibayarkan LPI nantinya akan menjadi biaya sebagai pengurang penghasilan bruto pada tahun pajak tanah/ bangunan diperoleh. Artinya, Sri menekankan, LPI memperoleh insentif berupa pengurangan pajak BPHTB yang dianggap sebagai dibiayakan.
Fase kedua, terkait masa kepemilikan, yakni ketika LPI sudah memiliki perusahaan PT Y. Saat perusahaan ini menghasilkan keuntungan, mereka akan membayarkan dalam bentuk dividen ke pemegang saham, yakni infrastructure fund. Kemudian, infrastructure fund membagikan dividen kepada LPI dan para investor yang menjadi mitra LPI.
Dalam fase ini, setidaknya ada tiga transaksi yang terlibat. Mereka adalah pembentukan cadangan, bunga pinjaman dan dividen yang diterima kuasa kelola oleh Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN). Tiap transaksi mendapatkan perlakuan pajak khusus yang akan tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Perlakuan Pajak LPI, di bawah Undang-Undang Cipta Kerja.
Fase ketiga, masa exit, yaitu ketika LPI atau investor luar negeri ‘keluar’ dari investasi. Dalam hal ini, infrastructure fund akan menjual aset PT Y kepada pembeli baru. "Kemudian hasil penjualan itu didistribusikan antara LPI dan investor lain sebagai pemilik infrastructure fund," ucap Sri.