Heru menegaskan aturan modal minimum ini tidak akan ditinjau ulang. Sebab kebijakan penambahan modal ini dilakukan karena ekosistem perbankan yang harus beradaptasi dengan tren digitalisasi yang tentunya memerlukan permodalan yang lebih besar.
"Untuk mundur dari modal inti Rp 3 triliun, saya tidak akan lakukan, kita nanti akan membiarkan bank melakukan fungsinya dengan baik, perubahan perilaku nasabah sudah terjadi, kalau tidak bisa melayani nasabah dengan baik, apakah mereka tidak akan ditinggalkan nasabahnya? Lari ke bank-bank besar, itu suatu keharusan,” ucapnya.
Menurutnya OJK telah memberlakukan kebijakan ini mulai pada 2020 dengan kenaikan modal inti secara bertahap atau Rp 1 triliun setiap tahunnya. Peraturan ini sebagai implementasi dari Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum.
“Dan saya merasa tidak boleh ditinjau ulang yang penting, perbankan bisa melakukan fungsi intermediasi, mendukung pemerintah bisa berjalan baik ke depannya," ucapnya.
Mengacu data Statistik Perbankan OJK sampai dengan November 2020, masih terdapat delapan bank BUKU I. Selanjutnya, ada sebanyak 56 bank BUKU II, 25 bank BUKU III dan tujuh bank BUKU IV.
Adanya kebijakan ini, dia pun menegaskan tidak ada bank BUKU I yang turun kelas BUKU karena belum memenuhi modal inti Rp 1 triliun pada akhir Desember 2020 dan berangsur naik Rp 2 triliun tahun ini. Sebab, beberapa pemilik bank tersebut melakukan berbagai upaya untuk menambah modal diantaranya melalui penghimpunan dana melalui pasar modal (initial public offering), atau melakukan konsolidasi dengan cara merger dan akuisisi.