Sementara Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) membuat petisi kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait dugaan kartel minyak goreng (migor). Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan saat ini KPPU juga sudah mengungkapkan adanya dugaan empat perusahaan yang menguasai perdagangan minyak goreng di Indonesia.
"Untuk itulah, lewat petisi ini kami meminta agar KPPU segera mengusut sampai tuntas dugaan kartel minyak goreng ini sebagaimana dimandatkatkan oleh Undang-undang Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat," kata Tulus, Jumat (4/2/2022).
Jika dugaan tersebut terbukti, Tulus meminta KPPU dan pemerintah tegas dalam memberikan sanksi hukum perdata, pidana, dan administrasi. Dia menuturkan, pemerintah tidak boleh segan segan untuk mencabut izin ekspor perusahan yang terlibat.
"Ini supaya bisa memprioritaskan konsumsi domestik atau bahkan mencabut izin usahanya," ujar Tulus.
Terlebih saat ini, stok minyak goreng di minimarket masih terpantau kosong. Sementara yang terjadi di pasar tradisional, harga minyak melambung tinggi sekali.
"Kenapa bisa, negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia tapi masyarakatnya tidak bisa membeli minyak goreng sawit dengan harga yang lebih terjangkau dan tidak ada gangguan pasokan," ungkap Tulus.
Untuk itu dugaan kartel minyak goreng menurutnya perlu diusut tuntas karena sebuah praktik usaha tidak sehat menyebabkan harga minyak goreng jadi tinggi sekali. Struktur pasar minyak goreng terdistorsi oleh para pedagang besar CPO dan minyak goreng.
"Bukan tidak mungkin, keempat perusahaan ini melakukan praktik kartel dan bersekongkol menentukan harga bersama supaya harga minyak goreng jadi mahal sekali. Walaupun ini masih dugaan, tetapi fenomena di pasar mengindikasikan dengan kuat," jelas Tulus.
Tulus menegaskan masyarakat sebagain konsumen tidak bisa dibiarlan kesulitan mendapatkan minyak goreng. Terutama bagi yang menjalankan usaha dan untuk keperluan domestik rumah tangga.