EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan telah mengendus modus penyelundupan minyak goreng yang membuat kelangkaan di tengah masyarakat. Hanya saja, pemerintah tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk menindak praktik tersebut.
Lutfi mengatakan, terdapat tiga provinsi yang mendapatkan pasokan minyak goreng melimpah namun langka di tengah masyarakat. Di antarnya Sumatera Utara, DKI Jakarta, dan Jawa Timur.
Di Sumatera, total pasokan minyak goreng per 16 Maret 2022 mencapai 60,4 juta liter. Dengan populasi 15,18 juta orang, maka pasokan tersebut setara 4 liter per orang per bulan, empat kali lipat dari survei BPS yang menyebut rata-rata konsumsi 1 liter per orang per bulan.
Situasi serupa terjadi di Jakarta yang mendapat pasokan 85 juta liter dan Jawa Timur 91 juta liter. "Saya cek ke pasar, supermaret, tidak ada minyak goreng? Tiga daerah ini yang mirip-mirip. Jadi, spekulasi kita ada orang-orang yang mengambil kesempatan dalam kesempitan," kata Lutfi.
"Apa itu? Di sana ada industri, ada pelabuhan, jadi kalau (pasokan minyak goreng) ini keluar lewat pelabuhan, itu satu kapal tongkat memuat 1 juta liter saja, nilainya bisa mencapai Rp 8 miliar - Rp 9 miliar," kata dia.
Lutfi pun menegaskan, Kemendag tidak dapat melawan penyimpangan tersebut. Pemerintah telah memiliki peraturan perundang-undangan sebagai dasar hukum untuk menindak praktik penyimpangan dalam perdagangan. Namun, Lutfi mengatakan beleid yang ada kurang kuat untuk bisa menangkap para mafia dan spekulan tersbut.
"Ketika kita bicara sama Satgas Pangan, ada dua undang-undang tapi cangkokannya kurang. Jadi, yang terjadi adalah kebanyakan minyak goreng tidak bisa dipertanggungjawabkan sehingga terjadi kemiringan-kemiringan itu," kata Lutfi.
Lebih lanjut, ia menuturkan, hal itu menjadi pelajaran bagi pemerntah ketika melawan mekanisme pasar dan membuat disparitas harga tinggi, akan memunculkan potensi kecurangan dari oknum-oknum.
Seperti diketahui, pemerintah sebelumnya telah membuat kebijakan domestic price obligation (DPO) minyak sawit (CPO) yang mematok harga dalam negeri jauh lebih rendah dari harga normal di internasional. Itu ditujukan agar harga minyak goreng sebagai produk turunan menjadi murah.
"Mohon maaf, ketika harga berbeda melawan pasar, Kemendag tidak bisa mengontrol ini karena sifat manusia yang rakus dan jahat," katanya.
Kendati demikian, ia mengatakan, telah mengantongi data-data pelaku industri minyak goreng di tiga provinsi itu. Saat ini, Satgas Pangan masih melakukan pemeriksaan dari data-data yang ada. Lutfi menegaskan, Kemendag juga akan berupaya memberantas mafia-mafia yang rakus ingin mengambil keuntungan dari minyak goreng.