EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah kompak mengeluh beban subsidi energi ditengah kondisi kenaikan harga minyak dunia. Namun, hingga saat ini pemerintah tak kunjung menyelesaikan Revisi Perpres 191 Tahun 2014 terkait kriteria penerima subsidi.
Padahal, payung hukum itu menjadi landasan utama untuk bisa tersalurkannya barang subsidi yaitu BBM, LPG bahkan listrik kepada masyarakat yang berhak. Direktur Eksekutif CORE Indonesia Muhammad Faisal menjelaskan dengan penyaluran barang subsidi secara tepat akan mengurangi beban APBN.
"Memang perlu dilakukan pembatasan agar subsidi energi tidak bengkak. Memang seharusnya prinsip subsidi ini kan disalurkan ke tepat sasaran. Perlu pembatasan agar menghindari yang tidak layak dapat subsidi tidak mengkonsumsi BBM subsidi," ujar Faisal kepada Republika.co.id, Ahad (14/8/2022).
Namun, karena tak kunjung keluarnya regulasi terkait pembatasan konsumsi maka jalan terbaik kata Faisal adalah menambah subsidi di APBN. Ia memastikan, dengan menambah subsidi tak lantas membuat APBN jebol.
Meski secara belanja subsidi membengkak, namun itu tidak seberapa dibandingkan windfall profit yang dikantongi pemerintah dari kenaikan harga komoditas.
Faisal mencatat APBN semester I tahun ini surplus Rp 73 triliun. Lebih baik dibandingkan kondisi tahun lalu yang defisit Rp 270 triliun. Tahun ini, target defisit APBN sebesar 4,85 persen. Namun dengan kondisi kenaikan harga komoditas yang menambah windfall profit defisit APBN diturunkan jadi 3,9 persen.
"APBN jauh lebih baik kondisinya saat ini dibandingkan tahun lalu. Kalau kemudian ada opsi menambah kuota subsidi, maka beban belanja subsidi akan bertambah, BBM khususnya. Tapi ini tidak lantas membuat APBN defisitnya melewati target," ujar Faisal.
Faisal menilai, menaikkan harga BBM khususnya Pertalite maupun Pertamax sekalipun malah akan memperburuk pertumbuhan ekonomi. Sebab, dengan kenaikan harga BBM, maka akan berdampak langsung pada inflasi.
"Saat ini target inflasi kita antara 4-5 persen. Tapi jika harga BBM naik lagi bukan tidak mungkin inflasi bisa naik jadi 6 persen," tambah Faisal.