EKBIS.CO, JAKARTA -- Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek), Mirah Sumirat, menilai, kalangan pengusaha terlalu berlebihan menyampaikan kekhawatiran gerakan boikot produk pro Israel bisa menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Dia menilai, sebelum ada gerakan boikot, PHK selalu terjadi dan dapat dilakukan dengan mudah.
"Saya melihat ini terlalu berlebihan apa yang dikhawatirkan para pengusaha terkait aksi boikot. Sepertinya kayak ancaman, mau ada boikot atau tidak PHK itu pasti terjadi dan sudah berlangsung lama," ujar Mirah kepada Republika.co.id di Jakarta, Selasa (5/12/2023).
Mirah menegaskan, selama ini gerakan boikot secara masif hanya terjadi pada situasi tertentu dan tidak berlangsung dalam tahunan. Semestinya, dia menyebut, pengusaha tak perlu khawatir hingga menganggap perlu melakukan PHK akibat adanya aksi boikot.
Dia menjelaskan, pemboikotan yang dilakukan sebagian kalangan masyarakat bukan berarti konsumen tidak lagi mengonsumsi produk sejenis. Mirah meyakini, konsumen dipastikan akan beralih ke produk lain yang tidak punya afiliasi atau mendukung Israel.
Dia menyebut, situasi itu justru membuka peluang pasar lebih besar bagi pengusaha dalam negeri untuk melebarkan pasar. Di lain sisi, Mirah menambahkan, kondisi tersebut justru membuka lapangan kerja baru bagi tenaga kerja lokal.
Dia pun menegaskan, aksi boikot yang dilakukan masyarakat Indonesia adalah bentuk solidaritas kemanusiaan, bukan masalah agama. Hal serupa pun terjadi di banyak negara lain, termasuk Inggris dan Amerika Serikat yang berpihak kepada Israel.
Selain itu, boikot juga terjadi di negara-negara Timur Tengah sebagai bentuk protes terhadap genosida yang terjadi Gaza, Palestina. "Tapi tidak ada tuh yang ngomong nanti ada PHK lho. Pengusaha tidak ada yang bilang begitu. Di Amerika tidak ada, cuma di Indonesia saja yang saya kira lebay. Sangat berlebihan," kata Mirah.
Tak ada boikot juga PHK...