EKBIS.CO, BATAM -- Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) memantau dampak online travel agent (OTA) atau agen perjalanan wisata daring asing terhadap pertumbuhan pariwisata Indonesia. Hal itu bahkan secara khusus dibahas dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV Tahun 2024 di Kota Batam, Kepulauan Riau, pekan ini.
Dilansir Antara, Ketua PHRI Haryadi Sukamdani mengatakan saat ini OTA asing tidak mengikuti aturan perpajakan di Indonesia. Ia menjelaskan perbedaan OTA asing dan lokal. OTA lokal, perhitungan pajak PPh sudah langsung dilakukan sinkronisasi, dimana pembayaran komisi OTA sudah dimasukkan pajaknya.
Menurutnya, hal tersebut perlu dicermati dari regulasi, dengan tujuan untuk melindungi OTA lokal dan konsumen.
Ia melanjutkan, pada prinsipnya OTA dari satu sisi membantu, karena membuat lebih efisien. "Tapi ada yang menjadi kendala, ada dua hal. Satu, terkait dengan komisi yang relatif tinggi itu jadi beban. kkdua, adalah OTA asing yang tidak membayar pajak, artinya itu dibebankan ke kita (hotel)," kata bos Hotel Sahid Jaya International Tbk itu.
Untuk diketahui, peningkatan penetrasi pasar OTA diproyeksikan mencapai 45 persen di Indonesia dan akan menyentuh angka Rp 12 miliar total pasar pariwisata pada 2025. Namun, jarak antara peningkatan valuasi OTA dengan pemasukan hotel di Tanah Air diperkirakan menghambat target tersebut.
"Kita harus menalangi pajak dari OTA asing, itu jadi bom waktu. Harusnya mereka bayar pajak tapi akhirnya tidak bayar, itu karena mereka tidak memiliki badan usaha tetap di Indonesia," kata Haryadi.