Rabu 15 Jul 2015 11:32 WIB

Indonesia Mulai Masuki Era BBN Biodiesel

Red: Indah Wulandari
Seorang petugas menjelaskan proses produksi biodiesel dari tanaman jarak.
Foto: Antara
Seorang petugas menjelaskan proses produksi biodiesel dari tanaman jarak.

EKBIS.CO, JAKARTA -- Era pengembangan bahan bakar nabati (BBN) biodiesel akhirnya dimulai. Ini ditandai dengan kepastian dimulainya pungutan dana pengembangan sawit per 16 Juli 2015.

Tekad tersebut diwujudkan dengan memberikan subsidi sebesar Rp 600-700 per liter.

"Kita sudah menyepakati ketentuan support biodiesel. Badan ini akan memberikan support Rp 600-700 per liter, ini adalah on top dari Rp 1.000 subsidi pemerintah terhadap solar yang sudah ditetapkan dalam APBN," ujar Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit Bayu Krisnamurthi, dalam rilisnya, Rabu (15/7).

Ia mengatakan, lembaga yang dipimpinnya akan memberikan perhatian lebih kepada pengembangan BBN biodiesel sebagai wujud tekad pemerintahan Presiden Jokowi untuk mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil.

 

PT Pertamina (Persero) juga diminta untuk menggunakan bahan bakar jenis campuran sawit ini. Lantaran BUMN tersebut kurang berminat menggunakan biodiesel dengan alasan selisih harganya lebih tinggi jika dibandingkan dengan fosil diesel.

Dengan adanya dana 'celengan' sawit ini, mau tidak mau Pertamina harus menggunakan B15 (biodiesel 15%).

 

"Ada selisih harga biodiesel dengan MOPS (Mean of Platts Singapore). Dengan adanya sistem ini menyelesaikan selisih harga tersebut, jadi tidak ada alasan bagi Pertamina untuk nggak gunakan B15," kata Bayu.

 

Dia menambahkan, subsidi yang diberikan melalui BPDP ini akan dialokasikan kepada produsen seperti Pertamina sehingga nantinya harga jual menjadi lebih murah.

 

"Subsidi Rp 1.000 akan diberikan kepada konsumen, prinsip supportnya pada konsumen tapi mekanismenya itu Rp 1.000 diberikan pada produsen BBM-nya, itu fix (tetap) di APBN, yang Rp 600-700 itu bergerak sesuai harga pasar, diberikan kepada produsen bahan bakunya, jadi konsumen secara tidak langsung akan diberikan subsidi Rp 1.600-1700 per liter," jelas Bayu.

 

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mendukung kebijakan pungutan dana perkebunan (crude palm oil fund) yang tertuang dalam PP Nomor 24 Tahun 2015 tentang Penghimpunan Dana Perkebunan dan Perpres Nomor 61/2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Kelapa Sawit.

 

Joko mengatakan, pungutan dana perkebunan tersebut akan memberi manfaat yang positif bagi industri kelapa sawit Indonesia, khususnya bagi para petani kelapa sawit.

 

"Gapki mendukung kebijakan ini yang dituangkan dalam regulasi dan tujuannya sekarang sudah komprehensif. Ini perlu kita apresiasi karena dana perkebunan ini untuk mengembangkan industri sawit secara keseluruhan. Ini yang perlu kita dukung," kata Joko.

Ia menegaskan, dana hasil pungutan tersebut harus benar-benar dialokasikan untuk pengembangan biodiesel dan penanaman kembali (replanting) perkebunan rakyat, riset, promosi pasar, hingga pengembangan SDM.

"Yang bagus itu dalam pengumpulan dana tersebut untuk pengembangan sawit dan bbn nabati," tegasnya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement