EKBIS.CO, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menolak rencana pemerintah untuk menyediakan pembiayaan melalui skema Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
"Kami menolak tegas UU tersebut diberlakukan jika sumber pembiayaan untuk penyediaan perumahaan rakyat tersebut dibebankan ke dunia usaha," ujar Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani di Jakarta, Selasa (19/1).
Hariyadi mengatakan, komponen perumahan sebenarnya sudah tercakup dalam komponen KHL dan penghitungan upah minimum sesuai dengan UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Selain itu, komponen perumahan tersebut juga masuk dalam cakupan program yang telah dilaksanakan oleh BPJS Ketenagakerjaan dalam bentuk bantuan uang muka perumahan dan subsidi bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Selain itu, BPJS Ketenagakerjaan juga telah memberikan bantuan uang muka perumahan untuk pekerja peserta BPJS Ketenagakerjaan dengan masa kepersetaan minimal satu tahun dan harga rumah maksimal Rp 500 juta. Perserta pekerjaa dapat mencairkan sebagian Jaminan Hari Tua maksimal 30 persen dengan masa iuran selama 10 tahun, yang dapat digunakan untuk membeli rumah.
BPJS Ketenagakerjaan juga memberikan subsidi bunga KPR bagi peserta pekerja dengan pagu 20 persen melalui portofolio Jaminan Hari Tua. Saat ini total pengelolaan Jaminan Hari Tua sebesar Rp 180 triliun. Dengan demikian, Hariyadi mengatakan, terdapat dana sekitar Rp 36 triliun yang menjadi deposito di BTN dengan tingkat suku bunga sesuai BI rate yakni 7,25 persen.
"Dana ini mengurangi bunga KPR untuk pekerja formal, jadi sebenarnya pemerintah tidak perlu membuat badan baru," kata Hariyadi.
Hariyadi menegaskan, jika UU Tapera tetap diberlakukaan maka untuk peserta pekerja fotmal pembiayaannya tidak bersumber dari penambahan pungutan yang dikeluarkan dunia usaha. Namun, melalui optimalisasi dari dana-dana publik yang telah dihimpun dari pengusaha, antara lain dana jaminan sosial ketenagakerjaan yang dihimpun oleh BPJS Ketenagakerjaan.