EKBIS.CO, JAKARTA -- Penerbitan fatwa anuitas melalui Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Nomor 99 Tahun 2015 tentang anuitas syariah melengkapi aspek kesyariahan program dana pensiun syariah. Fatwa baru ada setelah DSN MUI menemukan konsep yang sesuai.
Wakil Ketua BPH DSN MUI Jaih Mubarak menjelaskan, sudah 20 tahun sejak ada perusahaan asuransi syariah pertama, produk anuitas yang ada masih konvensional. Fatwa 99 ini merupakan kelanjutan Fatwa 88 tentang program dana pensiun syariah.
Dalam program dana pensiun, pekerja aktif menyisihkan uang untuk pensiun dalam rentang waktu tertentu. Pengelola dana pensiun akan menempatkan uang tersebut ke produk anuitas di perusahaan asuransi. Selama ini, produk anuitas yang ada baru konvensional.
Konsep dasar anuitas syariah sebenarnya mirip dengan konsep tabarru (saling menolong). Namun ada konsep baru dalam anuitas syariah ini yang disebut tanahud. Secara historis, konsep tanahud diperoleh dari ketika para sahabat Rasulullah melakukan perjalanan bersama.
Masing-masing dari mereka membawa bekal berbeda. Bekal kemudian digabungkan agar persedian cukup untuk semua anggota rombongan sehingga mereka bisa sampai pada tujuan bersama-sama. Dari sinilah diambil istilah dana tanahud.
Diakui Jaih ada unsur gharar (ketidakjelasan) di sana terkait rentang usia peserta pensiunan. Selain itu, peserta pensiunan yang hidup juga menerima uang dari peserta yang sudah wafat.
''Karena itu fatwa ini membatasi hanya untuk dana pensiun. Karena ada unsur saling menolong, ada gharar pun boleh. Yang tidak boleh kalau akadnya bisnis,'' tutur Jaih dalam sosialisasi fatwa terbaru DSN MUI di Kantor Bank Syariah Mandiri, Rabu (24/2).
Dengan adanya fatwa anuitas syariah, DSN MUI berharap ini bisa memfasilitasi kebutuhan masyarakat.
Baca juga: Korea Selatan Lirik Bank Syariah RI