EKBIS.CO, JAKARTA -- Dalam tiga tahun awal Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK), ekonomi digital berkontribusi besar dalam penciptaan lapangan kerja.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio Nugroho menjelaskan, di tiga tahun era Jokowi-JK (2015-2017) tambahan penduduk bekerja 1,109 juta penduduk per tahun. Jumlah itu meningkat dibanding periode yang sama era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono (2010-2012) sebanyak 674.257 penduduk per tahun di sektor dagang, rumah makan, dan jasa akomodasi. Angka masif itu didorong niaga daring (e-commerce) seiring gelombang ekonomi digital pada 2015-2016.
''Sektor ini padat modal, tapi data menjukkan sektor ini justru menyelamatkan penyerapan tenaga kera yang tidak bisa dilakukan di sektor tradable,'' kata Andry dalam paparan kinerja penciptaan lapangan kerja tiga pemeritahan Indonesia di Kantor INDEF pada Selasa (20/2) lalu.
Sektor transportasi, pergudangan, dan komunikasi sempat minus di zaman SBY-Boediono. Di era Jokowi-JK, inilah sektor yang membalik keadaan.
Sepanjang 2015-2017, sektor ini memberi tambahan penduduk bekerja 169.137 penduduk per tahun dengan RKP 19.160 orang per satu persen pertumbuhan ekonomi. Sementara sepanjang 2010-2012, tambahan penduduk bekerja minus 296.453 dengan RKP 28.282 penduduk per satu persen pertumbuhan ekonomi.
''Sektor ini hidup kerena inisiasi swasta di mana mereka melihat peluang usaha transportasi tradisional yang belum penuhi keinginan masyarakat,'' ucap Andry.
Namun Ekonom senior INDEF Dradjad H Wibowo mengatakan, fokus Jokowi-JK selama ini dilakukan ke infrastruktur tapi serapan tenaga kerjanya kecil. Sementara insiatif masyarakat seperti niaga daring dan transportasi daring yang serapan tenaga kerjanya banyak, malah diregulasi ketat.
''Porsi ekonomi daring untuk Indonesia saat ini memang masih kecil, tapi itu masa depan Indonesia. Di AS, ecomm yang demikian besar tidak sampai merusak perdagangan tradisional karena masyarakat masih senang jalan ke pusat perbelanjaan,'' ungkap Dradjad.
Oleh karena itu, Dradjad lebih cenderung menyarankan agar investasi diarahkan kepada ekonomi berbasis internet. Generasi muda Indonesia kreatif, tapi sulit mencari investor yang mau membantu. Pemerintah bisa membuat investasi semacam Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk pengembangan ekonomi digital.
"Indonesia harus berani berinvestasi di teknologi informasi dan komunikasi," kata Dradjad.