Rabu 28 Mar 2018 05:13 WIB

Ingin Rupiah Kuat, Neraca Pembayaran Harus Surplus

Jika neraca pembayaran defisit membutuhkan valas untuk melakukan transaksi.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Teguh Firmansyah
Rupiah Makin Melemah. Petugas menghitung mata uang Rupiah di Bank Mandiri, Jakarta, Senin (5/3).
Foto: Republika/ Wihdan
Rupiah Makin Melemah. Petugas menghitung mata uang Rupiah di Bank Mandiri, Jakarta, Senin (5/3).

EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia mendorong agar pemerintah dan stake holder terkait untuk membuat agar neraca pembayaran tetap surplus. Sebab, hal itu akan berdampak terhadap nilai tukar rupiah agar menjadi stabil.

Kepala Departemen Regional 3 Bank Indonesia, Wiwiek Sisto Widayat, mengatakan, nilai tukar rupiah sangat tergantung fundamental. Nilai tukar rupiah sangat ditentukan suplai dan permintaan. Kalau neraca pembayaran surplus, nilai tukar pasti baik. Namun, neraca pembayaran Indonesia selalu defisit.

"Apabila neraca pembayaran defisit kita membutuhkan valas untuk melakukan transaksi, ekspor dan lain-lain. Sehingga dengan demikian yang dapat kita lakukan adalah agar negara pembayaran kita tetap surplus," kata Wiwiek saat Fit and Proper Test di Komisi XI DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (27/3).

Dengan neraca pembayaran surplus, lanjutnya, akan terdapat tambahan atau suplai dari valas yang bisa memenuhi kebutuhan pengusaha untuk pembayaran utang dan lain-lain. Fundamentalnya adalah Indonesia harus mencoba membuat neraca pembayaran menjadi surplus.

Baca juga: Rupiah Terseok, Akankah Bisa Bangkit?

"Beberapa upaya untuk mengatasi fluktuasi nilai tukar BI mempunyai upaya sterilisasi nilai tukar. Tapi cadev kita terbatas," imbuhnya.

Terkait nilai tukar, Wiwiek menegaskan Bank Indonesia tidak menargetkan satu level nilai tukar tertentu. Kewajiban Bank Indonesia adalah melakukan stabilisasi atau mengurangi fluktuasi nilai tukar. Ketika terjadi gejolak-gejolak, Bank Indonesia masuk ke pasar melakukan intervensi untuk mengurangi volatilitas.

"Kami tidak menargetkan satu level tertentu di masyarakat nilai tukar harus berapa. Karena yang penting bagi masyarakat adalah stabilitas nilai tukar," jelasnya.

Asisten Gubernur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo, menyatakan, fluktuasi nilai tukar rupiah yang terjadi beberapa waktu terlahir hanya masalah confidence.

Dia meyakini kalau kondisi di domestik aman seharusnya tidak ada isu rupiah terlampau mahal. Saat ini rupiah isunya terlampau murah. Sehingga seharusnya bisa lebih kuat. Upaya yang harus dilakukan bagaimana confidence diperbaiki.

"Jadi harus diyakini memang ada tekanan eksternal tapi domestiknya tidak membuat nilai tukar harus melemah karena inflasi kita bagus, cadangan devisa bagus meski turun sekarang di 128 miliar dolar AS sampai 129 miliar dolar AS. Konteksnya kami akan menjaga confidence dan kami akan komunikasi terus," ucap Dody.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement