Agustianto menegaskan, untuk mencegah agar tidak menjadi penyumbang inflasi dan mendorong konsumerisme, maka penggunaan kartu pembiayaan syariah itu harus bijak.
“Belanja dalam syariah itu sudah diatur dalam maqoshid syariah. Belanja itu karena kebutuhan, bukan keinginan. Kebutuhan dibagi menjadi tiga: kebutuhan yang sangat penting atau primer (kesehatan, makanan); kebutuhan sekunder; dan kebutuhan tersier. Jadi, setiap kali kita belanja (termasuk menggunakan kartu pembiayaan syariah), harus menggunakan ukuran tiga jenis kebutuhan tersebut, bukan keinginan. Sehingga pengunaan kartu pembiayaan syariah tidak jor-joran,” ujarnya.
Pemegang kartu pembiayaan syariah harus menggunakan teori ekonomi syariah. “Tidak hanya akadnya syariah, tetapi perilakunya juga harus mencerminkan syariah,” kata Agustianto.
Pakar ekonomi syariah, Adiwarman Karim menegaskan, sebagai alat transaksi pembayaran, kartu kredit syariah harus digunakan secara bijak. Hal itu untuk mencegah dampak negatif penggunaan kartu kredit syariah secara berlebihan. “Biarpun halal, penggunaan syariah card jangan berlebihan, sebab bisa menyebabkan banyak utang,” ujarnya.
Ia mengibaratkan kartu kredit syariah itu dengan makanan. “Walaupun makanan itu halal, kalau berlebihan tidak boleh, kita bisa sakit. Karena itu, bijaklah menggunakan kartu kredit syariah atau syariah card,” kata Adiwarman Karim yang juga presiden direktur Karim Business Contulting (KBC).