Senin 31 Oct 2016 08:47 WIB

Kerja Keras Demi BBM Satu Harga

Rep: Sapto Andika Candra/Intan Pratiwi/ Red: Dwi Murdaningsih
Kebijakan satu harga bahan bakar minyak (BBM). (Prayogi/Republika)
Foto: Republika/Prayogi
Kebijakan satu harga bahan bakar minyak (BBM). (Prayogi/Republika)

EKBIS.CO, JAKARTA -- Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas dengan ribuan pulau. Bak sebuah keluarga, semakin banyak anggotanya semakin beragam karakternya. Menjadi tantangan bagi orang tua untuk membesarkan anaknya. Begitu pula Indonesia.

Luasnya Indonesia menjadi tantangan pembangunan. Pembangunan antar wilayah dinilai masih timpang. Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mencatat, wajah ketimpangan pembangunan tercermin dari meningkatnya porsi Pulau Jawa terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB).

Data pada kuartal kedua 2016, porsi Jawa sudah mencapai 58,8 persen, sementara Kalimantan terus mengalami penurunan menjadi 7,61 persen. lnvestasi sebesar 52 persen juga masih tersedot di pulau Jawa. Artinya, pembangunan sifatnya masih Jawa sentris.

Pembangunan infrastruktur yang masih lebih banyak terpusat di Pulau Jawa, membuat kemajuan infrastruktur khususnya di wilayah timur jauh lebih tinggi. Hal ini lah, yang kemudian semakin mencekik masyarakat di wilayah timur Indonseia dengan harga kebutuhan sehari-hari seperti bahan bakar minyak (BBM) yang mencekik, selain kesejahteraan mereka yang umumnya masih lebih rendah dari masyarakat di wilayah lain di Indonesia.

Republika.co.id sempat berkunjung ke Terminal BBM Maumere, Nusa Tenggara Timur bersama Direksi Pertamina untuk meninjau bagaimana perusahaan menyalurkan BBM ke pelosok negeri termasuk pulau-pulau terluar. Maumere merupakan kota terbesar di Pulau Flores, yang bertugas memasok kebutuhan BBM di seluruh Flores, dan mencadangkan pasokan BBM ke Sumba, bahkan Pulau Rote di ujung selatan Indonesia. Pola distribusi menuju Terminal BBM Maumere pun cukup panjang, bahan bakar minyak yang disalurkan di Flores berasal dari Terminal BBM di Baubau, Sulawesi Tenggara. Sebelumnya, BBM tersebut sudah diolah di TPPI di Tuban dan Kilang Pertamina di Cilacap, Jawa Tengah.

Direktur Utama Pertamina Dwi Sucipto menyebutkan, kondisi geografis dan sifat bermukim masyarakat di Nusa Tenggara Timur yang menyebar dan berkelompok membuat pembangunan infrastruktur BBM termasuk pengadaaan agen premium dan minyak solar (APMS) terkadang tak ekonomis. Kondisi ini diperparah dengan kondisi cuaca yang kerap tak menentu. Kompilasi berbagai hambatan teknis dan non teknis ini membuat penyaluran BBM di pulau-pulau yang berbatas langsung dengan Australia kerap tertunda.

"Betapa rumitnya distribusi bagi Pertamina. Namun ini tugas kita. Ditambah dengan pemain internasional yang dengan  mudah masuk ke pasar dalam negeri," ujar Dwi.

Dwi sendiri mengakui, dengan kebijakan pemerintah yang sudah menghapus subsidi BBM, maka gempuran pelaku usaha hilir migas asing akan terus memaksa Pertamina sebagai pemain lokal untuk bisa berinovasi agar tak kehilangan pasar. Masalahnya, pemain asing ini hanya mau menjalankan usahanya di daerah-daerah yang jelas ekonomis dengan infrastruktur lengkap seperti Pulau Jawa. Sedangkan daerah-daerah yang minim akses, termasuk kepulauan di NTT, Pertamina menjadi pemain tunggal.

Hal ini diamini oleh Branch Manager Pertamina Kupang Hardiyanto Tato. Menurutnya, ada tiga hal utama yang menjadi tantangan bagi timnya untuk mengantarkan BBM ke masyarakat di pulau-pulau. Pertama adalah nilai keekonomian dalam distribusi di mana terkadang biayanya lebih mahal dari harga jual BBM itu sendiri. Kedua adalah akses jalan yang minim, di mana beberapa pelabuhan belum membolehkan kapal tangker untuk berlabuh. Sedangkann tantangan ketiga adalah kondisi cuaca yang ekstrem.

Mengatasi hambatan-hambatan di atas, pihaknya telah menyiapkan berbagai jurus. Pertamina tahun ini menambah agen penyalur premium dan minyak solar di Pulau Sabu dan Pulau Rote di bagian selatan NTT. Penambahan APMS ini diyakini bisa menambah ketahanan stok dan mencegah kekurangan pasokan kala cuaca buruk. Pertamina juga telah menyiapkan kapal tanker mini yang aksesnya ke pelabuhan kecil lebih mudah. Tanker mini ini bisa lebih fleksibel untuk menyalurkan BBM ke pulau-pulau kecil.

"APMS juga kami tambahkan di Alor dan Sumba. Kami merasa tantangan ini penting juga dihadapi dengan koordinasi yang baik dengan pemda," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement