EKBIS.CO, JAKARTA -- Produsen pupuk bersubsidi, PT Pupuk Indonesia (Persero) Tbk mengungkap persoalan kelangkaan pupuk yang kerap terjadi setiap tahunnya. Perseroan mengatakan, masalah tersebut terjadi karena terdapat disparitas antar jumlah kebutuhan dan petani yang membutuhkan dengan kesanggupan dalam penyediaan pupuk subsidi.
Direktur Pemasaran Pupuk Indonesia, Gusrizal, mengatakan, kunci dalam penyaluran pupuk bersubdi yakni pada data Elektronik Rencana Kebutuhan Definitif Kelompok (e-RDKK). Ia mengatakan terdapat disparitas yang besar dalam data e-RDKK selama ini.
Seperti diketahui, petani yang berhak mendapatkan pupuk subsidi yakni petani yang memiliki luas kurang dari 2 hektare (ha). Dari hasil Survei Pertanian Antar Sensus oleh BPS tahun 2018, petani dengan kategori tersebut sebanyak 22,4 juta petani.
Namun, saat ini petani yang baru terdaftar dalam e-RDKK dan mendapatkan pupuk bersubsidi hanya 17,05 juta petani. Sisanya, 5,33 juta orang menjadi petani yang tidak masuk dalam e-RDKK.
"Jadi memang selain di luar e-RDKK, di dalam e-RDKK juga ada masalah, jadi rebut-rebutan. Atau, kepala daerah tidak memproporsionalkan (data) sehingga dia menjadi konflik," kata Gusrizal dalam sebuah diskusi virtual, Rabu (10/2).
Ia mengatakan, total usulan dari 22,4 juta petani untuk pupuk subsidi yakni mencapai 24,3 juta ton. Namun, kemampuan pemerintah dalam mengalokasikan pupuk subsidi sebanyak 9 juta ton sehingga terjadi kekurangan hingga 15 juta ton. Kondisi itu yang berpotensi menimbulkan isu kelangkaan.
Selain soal disparitas alokasi pupuk, volume atau dosis juga menjadi masalah. "Misal yang diminta pupuk urea 3 kwintal, tapi yang diberikan 1 kwintal, akhir petani merasa pupuk tidak ada dan rasanya langka. Jadi itu yang kami hadapi di lapangan," ujarnya.
Gusrizal menyatakan, secara kemampuan, Pupuk Indonesia tahun ini bisa memproduksi pupuk hingga 13,5 juta ton. Karena itu, penugasan pemerintah untuk menyalurkan pupuk subsidi sebanyak 9 juta ton tidak menjadi masalah.
Adapun sisa dari kemampuan produksi itu, perseroan akan menjualnya sebagai pupuk nonsubsidi yang volumenya sekitar 4,45 juta ton. Menurut dia, kemampuan perseroan untuk menjual pupuk nonsubsidi justru memperlihatkan Pupuk Indonesia sudah efisien sehingga bisa menjual pupuk secara komersial dengan harga yang terjangkau.