Akibatnya, prospek ekonomi global akan meredup pada 2025 dan 2026,” ungkap Perry dalam agenda Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) bertajuk ‘Sinergi Memperkuat Stabilitas dan Transformasi Ekonomi Nasional’ yang digelar di Kompleks BI, Jakarta, Jumat (29/11/2024).
Lebih lanjut, Perry menerangkan bahwa ketidakpastian global akan semakin tinggi dengan adanya lima macam karakteristik. Pertama, slower and divergent growth. Menurut penuturannya, pertumbuan dunia akan menurun pada 2025 dan 2026 yang mana AS akan bergerak membaik, sedangkan China dan Eropa akan melambat. Sedangkan India dan Indonesia disebut masih cukup baik.
“Kedua, reemergency of inflation pressure. Penurunan inflasi dunia akan melambat, bahkan berisiko naik pada tahun 2026. Karena gangguan rantai pasok dan perang dagang,” tuturnya.
Lalu ketiga, higher US interest rate. Penurunan Fed Fund Rate (FFR) akan lebih rendah. Sementara US Treasury akan naik tinggi ke 4,7 persen pada 2025 dan 5 persen pada 2026. Itu karena membengkaknya defisit fiskal dan utang pemerintah Amerika.
“Keempat, strong dollar. Dollar Amerika menguat dari 101 ke 107, mengakibatkan tekanan depresiasi nilai tukar seluruh dunia, termasuk rupiah. Semoga dolar Amerika tidak menguat lagi,” lanjutnya.
Kelima, invest in America. Itu merupakan preferensi yang berkembang di investor global. Akibatnya terjadi pelarian modal dari emerging market ke Amerika, karena tingginya suku bunga dan kuatnya dolar.