Kamis 10 Mar 2016 10:49 WIB

Catatan Kabinet Kerja Mengurus Pangan

Rep: Sonia Fitri/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Seorang petani memanen padi disawah miliknya yang mengalami kekeringan di Desa Yosonegoro, Gorontalo, Provinsi Gorontalo, Kamis (3/3).
Foto:

Upaya khusus beras

Khusus komoditas beras, Mentan memasukkannya ke dalam program "upaya khusus".  Tujuannya agar produksi terkatrol signifikan.  Selang setahun, Amran menyebut terjadi peningkatan produksi padi merujuk Data Angka Ramalan (Aram) II 2015 Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 74,99 juta ton gabah kering giling (GKG).

Jumlah tersebut meningkat dibandingkan Angka Tetap (Atap) BPS di 2014 sebanyak 70,85 juta ton GKG.   Namun Aram II mengoreksi Aram I yang perkiraan produksinya sedikit lebih tinggi. Pada Aram I, BPS menetapkan capaian perkiraan produksi padi sebanyak 75,5 juta ton GKG.

Menanggapi hal tersebut, Mentan punya jawaban.  "Jangan sampai bilang produksi menurun dibandingkan dengan Aram I.  Tapi, bandingkan dengan capaian produksi di tahun sebelumnya.  Bandingkanpula dengan capaian ketika dulu El Nino 1998," ujar Amran.  Apalagi, lanjut Amran, produksi 2015 diwarnai fenomena El Nino, sementara tahun lalu tidak.  Penurunan Aram II dibandingkan Aram I disebabkan unsur El Nino yang belum diperhitungkan.

Data Aram II juga seharusnya dibandingkan dengan capaian produksi pada 1998 ketika Indonesia juga mengalami situasi El Nino yang hampir serupa.  Pada 1998, intensitas anomali suhu berkisar 1,8-1,9 derajat celsius.  Sementara saat ini, intensitas El Nino berada pada level 2,13 derajat celsius. 

Meskipun begitu, kata Amran, pada 1998 Indonesia mengimpor beras sebanyak 7,1 juta ton.  Amran menerangkan, dengan kekuatan El Nino yang lebih tinggi saat ini, pemerintah sejak September 2014 hingga September 2015 sama sekali tidak melakukan impor beras.  "Pada 1998 penduduk 200 juta, penduduk saat ini 250 juta.  Kalau normalnya kita seharusnya impor 8,9 juta ton beras, tapi kita setahun tidak impor," kata dia.

Setahun mengurus pangan, Kementan juga mengumumkan pencapaian selanjutnya berupa penurunan importasi pangan utama jika dibandingkan dengan 2014.  "Impor beras pada 2014 mencapai 815.307 ton, namun hingga September 2015 kita tidak ada impor beras," ujarnya.  Demikian pula dengan jagung.  Meski sempat menuai protes dari sejumlah pengusaha pakan ternak, Amran menyebut sampai saat ini hanya impor 1,6 juta ton jagung.  Jumlah tersebut lebih rendah dari 2014 di mana pemerintah mengimpor sebanyak 3,3 juta ton jagung.

Impor kedelai tercatat sebanyak 5,8 juta ton pada 2014.  Jumlah itu lantas menurun pada tahun ini menjadi sebesar 3,6 juta ton saja.  Impor daging sapi pun demikian adanya.  Terjadi impor sapi sebanyak 75.858 ton pada tahun lalu.  Angka ini menurun menjadi 24.199 ton pada 2015. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement