Salah satu hoaks yang beredar, Jokowi menyebutkan, adalah informasi bahwa UU Ciptaker menghapus Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Kabupaten (UMK), dan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP). Menurutnya, informasi tersebut tidaklah benar. "Faktanya Upah Minimum Regional (UMR) tetap ada," kata Jokowi.
Lantas benarkah UMP, UMK, UMSK, dan UMSP dihapus?
Dalam UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (aturan lama), poin-poin mengenai UMP dan UMK diatur melalui Pasal 89. Namun pada UU Cipta Kerja (aturan baru), pengaturan mengenai UMP, UMK, dan upah minimum sektoral dihapus. Pasal 90 mengenai pengaturan sanksi bagi perusahaan yang tak membayarkan upah sesuai upah minimum pun dihapus.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebutkan, dihapusnya UMSK dan UMSP merupakan bentuk ketidakadilan. Alasannya, pelaku industri sektor otomotif seperti Toyota, Astra, atau sektor pertambangan seperti Freeport di Papua dan penambang nikel di Morowali punya nilai upah minimum yang sama dengan perusahan baju atau perusahaan kerupuk.
"Itulah sebabnya, di seluruh dunia ada Upah Minimum Sektoral yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDP negara," ujar Said dalam keterangannya, Sabtu (10/10).
Fakta lain adalah, ujar Said, UMK ditetapkan bersyarat yang diatur kemudian oleh pemerintah. Organisasi buruh pun memandang hal ini hanya menjadi alibi bagi pemerintah untuk menghilangkan UMK di daerah-daerah yang selama ini berlaku, karena kewenangan untuk itu ada di pemerintah.
"Padahal dalam UU 13 Tahun 2003, UMK langsung ditentukan tanpa syarat," ujarnya.
UU Cipta Kerja juga hanya mewajibkan penetapan upah minimum provinsi (UMP). Said menyatakan, hal ini semakin menegaskan kekhawatirannya bahwa UMK hendak dihilangkan karena tidak lagi menjadi kewajiban untuk ditetapkan.
"Adapun yang diinginkan buruh adalah UMSK tetap ada dan UMK ditetapkan sesuai UU 13 Tahun 2013 tanpa syarat, dengan mengacu kepada kebutuhan hidup layak (KHL)," kata Said.