Hoaks selajutnya yang disebut Presiden Jokowi, bahwa UU Ciptaker menghapus analisis dampak lingkungan (Amdal) bagi industri. Ia menyebutkan, studi Amdal yang ketat tetap ada bagi industri besar. Sedangkan bagi UMKM, lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan.
Padahal kalau dibandingkan antara UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) dengan Bab III UU Cipta Kerja tentang peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha, memang ada perbedaan terkait aturan Amdal.
UU 32 tahun 2009 tentang PPLH, pada Pasal 26, mengatur dokumen Amdal disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat. Masyarakat ini pun terdiri dari masyarakat yang terkena dampak, pemerhati lingkungan, dan masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal.
Poin-poin di atas mengalami perubahan pada draf UU Cipta Kerja. Pasal 26 dari Bab III dan paragraf 3 tentang persetujuan lingkungan dalam UU Cipta Kerja menghapuskan keterlibatan pemerhati lingkungan dalam penyusunan Amdal. Dokumen Amdal hanya disusun oleh pemrakarsa dengan masyarakat yang terkena dampak langsung.
Selain itu, UU Cipta Kerja juga menghapuskan kewenangan masyarakat untuk mengajukan keberatan terhadap dokumen Amdal. Sebelumnya hal ini diatur dalam Pasal 26 ayat 4 UU 32 tahun 2009 tentang PPLH.