EKBIS.CO, JAKARTA -- Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 sedang digodok oleh pemerintah dan parlemen. Di dalamnya, persoalan divestasi saham perusahaan pertambangan dan periode pengajuan perpanjangan izin usaha pertambangan juga akan dibahas. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot mengungkapkan, RUU Minerba yang sedang dirampungkan ini akan menjawab kegaduhan-kegaduhan yang selama ini terjadi di sektor pertambangan.
"Termasuk yang sangat teknis seperti batas wilayah. Batas wilayah saat ini dibatasi minimum. Sekarang di lapangan kenyataannya banyak sekali yang melanggar. Terus penggunaan jasa pertambangan yang selama ini tidak dibolehkan, harus pakai beli tambang sendiri, tapi kenyataannya itu tidak bisa digeneralisasikan," kata Bambang usai menemui pelaku usaha pertambangan di kantornya, Jakarta, Selasa (16/2).
Selain itu, Bambang juga menyebutkan terkait pengajuan perpanjangan izin usaha pertambangan yang selama ini hanya bisa dilakukan paling tidak dua tahun sebelum kontrak habis, bisa jadi akan direvisi. Kasus ini terjadi pada PT Freeport Indonesia di mana perusahaan asal AS ini ngotot mendapat perpanjangan izin usaha pertambangan sebelum jadwal semestinya pada 2019. Padahal kontrak karya Freeport baru habis pada 2021.
"Divestasi, digeneralisasi, semua perusahaan harus 51 persen, sebetulnya belum tentu pas itu. Kelangsungan operasi dua tahun sebelumnya, kemungkinan ini juga akan dievaluasi. Kita secara fair, good mining practice seperti apa? Tapi kita tidak mengkhususkan perusahaan tidak. Tetapi kita mengkaji secara keseluruhan yang baik seperti apa. Dengan mempertimbangan aspek investasi," kata Bambang.
Pembahasan RUU Minerba dijadwalkan akan rampung di awal semester kedua tahun ini. Paling tidak, kata dia, draft RUU minerba akan selesai dalam enam bulan ke depan.